PERAN PSIKOLOGI DAN PSIKOLOG DALAM
PENYELESAIAN
KASUS HUKUM
( Makalah Umum Mata Kuliah Psikologi
Hukum Kriminalitas )
Dosen : Kompol. IBG. Adi Putra Yadnya,
M.Psi
Oleh :
ASTRI ILIYIN SAHPUTRI
11030012
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa yang telah memberikan kita berbagai macam nikmat, sehingga aktifitas
hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa keberkahan, baik kehidupan di
alam dunia ini, lebih-lebih lagi pada
kehidupan akhirat kelak, sehingga semua cita-cita serta harapan yang ingin kita
capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat.
Terima kasih sebelum dan sesudahnya
kami ucapkan kepada Dosen serta
teman-teman sekalian yang telah membantu, baik bantuan berupa moriil maupun
materil, sehingga makalah ini terselesaikan
dalam waktu yang telah ditentukan.
Kami menyadari sekali, didalam
penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta banyak
kekurangan-kekurangnya, baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal
pengkonsolidasian
kepada dosen serta teman-teman sekalian, yang kadangkala hanya menturuti egoisme pribadi, untuk itu besar
harapan kami jika ada kritik dan saran
yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah-makah kami dilain
waktu.
Harapan yang paling besar dari penyusunan
makalah ini ialah, mudah-mudahan apa yang kami susun ini penuh manfaat, baik
untuk pribadi, teman-teman, serta orang lain yang ingin mengambil atau
menyempurnakan sebagai tambahan dalam menambah referensi yang telah ada.
Bandar
Lampung, 24 Desember 2014
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................
A. Latar Belakang Masalah....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah Makalah......................................................... ....... 3
C.
Tujuan Makalah............................................................................. ....... 3
D. Manfaat Makalah.......................................................................... ....... 3
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................
A. Peran Psikologi Dalam Dunia Hukum.................................................. 4
B. Peran Psikolog Dalam Proses Peyidikan............................................. 5
C. Peran Psikolog Dalam Proses Pengadilan......................................... 11
D. Peran Psikolog Dalam Proses Pemenjaraan..................................... 12
BAB III PENUTUP...................................................................................................
A. Kesimpulan.................................................................................... .... 14
B. Saran..................................................................................................
14
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 15
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ketika kita mendengar kata “hukum,” apa yang pertama kali
terlintas dalam benak kita? Jarang sekali kita langsung membayangkan suatu
perangkat yang terdiri dari benda, manusia dan lembaga. Tetapi karena kita
terbiasa mengalami hal-hal yang berkaitan dengan hukum, maka kita kadang
mengidentifikasikan atau mengartikan hukum sebagai polisi, penjara, pengadilan,
atau hal-hal lain semacamnya. Bahkan seringkali perasaan yang timbul diiringi
rasa takut dan khawatir yang berlebihan. Itu sebabnya banyak diantara kita yang
sama sekali enggan berurusan dengan hal-hal yang menyangkut hukum.
Perasaan-perasaan seperti itu sangat wajar, kalau saja kita belum memahami
sepenuhnya apa yang dimaksud dengan hukum itu sendiri.
Pada hakekatnya hukum merupakan produk dari perkembangan
masyarakat, di mana ketidak – teraturan dan kesewenang – wenangan juga
kepentingan-kepentingan dari sekelompok masyarakat tertentu membutuhkan dan
menghasilkan proses terciptanya serangkaian ketentuan-ketentuan dan
kesepakatan-kesepakatan. Ketentuan – ketentuan yang disepakati itu kemudian
dalam perkembangannya dikenal sebagai “hukum.” Sehingga pada sebuah tubuh yang
namanya hukum, dia mempunyai dua muka atau sisi: sisi keadilan dan sisi
kepentingan.
Permasalahan hukum di Indonesia pun memang tidak sedikit
jumlahnya, namun hukum di Indonesia
sering tidak melibatkan seorang ahli psikologi dalam membantu proses hukum.
Beberapa orang menyebutkan beberapa kasus kriminal yang perlu peran seorang
ahli psikologi, dalam hal ini Psikolog Forensik. Kasus seperti pembunuhan,
pemerkosaan, dan menurut saya hampir semua kasus hukum, selama itu melibatkan
manusia sebagai tokoh, Psikolog Forensik harus ikut andil dalam proses hukum,
mulai dari pra persidangan sampai pasca pemberian hukuman
peran
psikologi klinis ini dalam sistem legal, dan banyak pula yang dapat dilakukan
oleh para ahli psikologi klinis. Para ahli psikologi klinis ini dapat
memberikan layanan di penjara dan aplikasi psikologi forensik, psikolog klinis
dapat melakukan penelitian untuk mengukur dan meningkatkan kesadaran hukum
dalam masyarakat, dan masih banyak lagi yang dapat dilakukan oleh para ahli
psikologi klinis khususnya psikologi forensik.
Seorang psikolog sangat
dibutuhkan di Lapas. Banyak kasus psikologi yang terjadi pada narapidana maupun
petugas lapas. Misal pada kasus percobaan bunuh diri narapidana tidak
tertangani secara baik karena tidak setiap lapas memiliki psikolog. Pemahaman
petugas lapas kurang baik terkait dengan rehabilitasi psikologis sehingga
mereka seringkali memberikan hukuman dengan tujuan dapat mengurangi perilaku
negatif narapidana (seperti berkelahi, berbohong). Psikolog forensik dibutuhkan
dalam rangka melakukan asesmen dan intervensi psikologis pada narapidana.
Guna dapat menjalankan peran
sebagai psikolog forensik, seorang psikolog perlu menguasai pengetahuan
psikologi dan hukum, serta memiliki ketrampilan sebagai psikolog forensik.
Psikologi forensik sebenarnya merupakan perpaduan dari psikologi klinis, psikologi
perkembangan, psikologi sosial dan psikologi kognitif. Psikolog forensik
memiliki keahlian yang lebih spesifik dibanding psikolog umum. Misalnya di
Lapas, dibutuhkan kemampuan terapi (psikologi klinis) yang khusus permasalahan
kriminal. Di kepolisian dibutuhkan asesmen yang khusus pada individu pelaku
kriminal. Dalam penggalian kesaksian dibutuhkan pemahaman psikologi kognitif.
Pada penanganan pelaku/korban/saksi anak-anak dibutuhkan pemahaman psikologi
perkembangan. Dalam menjelaskan relasi sosial antara hakim, pengacara, saksi,
terdakwa dibutuhkan kemampuan psikologi sosial. Pada saat ini, banyak psikolog
yang sudah terlibat sebagai psikolog forensik, namun tidak adanya standar yang
jelas membuat psikolog yang terjun di kegiatan forensik menjalankan sesdenganpertimbangannya
masing-masing. Hal ini berdampak pada penilaian pelaku hukum dan masyarakat
yang menjadi bingung dan tidak memahami kinerja psikolog forensik yang beragam.
Untuk itulah dibutuhkan suatu asosiasi yang menjadi perekat bagi psikolog yang
berminat pada psikologi forensik. HIMPSI sudah membuat asosiasi itu yaitu
APSIFOR (Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia)
B.
Rumusan
Masalah Makalah
Rumusan masalah dari makalah ini yaitu “
bagaimana peran psikologi dan psikolog dalam penyelesaian kasus hukumn ?”
C.
Tujuan
Makalah
1.
Mengetahui
Peranan Psikologi Dalam Hukum
2.
Menjelaskan
Peran Psikolog Dalam Proses Penyidikan
3.
Menjelaskan
Peran Psikolog Dalam Proses Di Pengadilan
4.
Menjelaskan
Peran Psikolog Dalam Proses Pemenjaraan
D.
Manfaat Makalah
Manfaat diperoleh dari studi makalah ini, agar
mendapatkan masukan yang positif dan dapat menambah wawasan mengenai psikologi
dalam hukum sehingga mampu berfikir lebih kompleks terhadap dampak yang
ditimbulkan, dan memiliki pikiran terbuka sehingga mampu berfikir lebih maju
kedepan, memberi informasi kepada masyarakat tentang peran psikologi dalam
hukum agar masyarakat tau bagaimana peran penting seorang psikolog dalam dunia
hukum.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Peran
Psikologi Dalam Hukum
Secara umum peran psikologi dibagi
dua area, yaitu kelimuwan dan aplikatif Pada tataran keilmuwan, piskologi
berperan dalam proses pengembangan hukum berdasarkan riset - riset psikolog.
Sementara pada tataran aplikatif, psikologi berperan dalam intervensi
psikologis yang dapat membantu proses hokum Friedman (dalam Lumbuun, 2008)
mengatakan bahwa terdapat tiga aspek dalam sistem hukum. Pertama, struktur,
yang berkaitan lembaga yang membuat dan menegakan hukum, termasuk DPR,
kepolisian, kejaksaan, hakim dan para advokat. Kedua, subtansi, yang menyangkut
dari materi hukum baik yang tertulis atauyang tidak tertulis dan ketiga budaya
hukum, yaitu sikap orang terhadap hukum dan sistem hukum yang meliputi
kepercayaan, nilai, pikiran dan harapan
Menurut Costanzo (2006) peran
psikologi dalam hukum sangat luas dan beragam. Psikologi memberikan dua peran. Pertama,
psikologi sebagi penasehat, dimana para psikolog sering kali digunakan sebagai
penasehat hakim ataupun pebgacara dalam persidangan. Kedua, para
psikolog sebagai evaluator, sebagai seorang ilmuan psikolog dituntut mampu
melakukan evaluasi terhadap suatu program tepatnya program-program intervensi
psikologis dalam rangka mengurangi perilaku kriminal ataupun penyimpangan
misalnya program untuk mencegah dan mengurangi penggunaan NAPZA pada remaja.
Diindonesia sendiri peran psikolog
dalam hukum sudah mulai terlihat semenjak hadirnya Asosiasi Himpunan Psikologi
Forensik pada tahun 2007. Peran psikologi forensik dibutuhkan untuk membantu
mengungkapakan kasus-kasus kriminal yang menimpa masyarakat. Psikolog forensik
dapat membantu aparat penegak hukum memberi gambaran utuh kepribadian sipelaku
dan korban. Peran lain dari psikolog forensik meliputi tahap penyelidikan,
persidangan, dan penjatuhan sangsi hukuman.Selama ini ilmuan psikologi banyak
digunakan sebagai saksi ahli dan untuk pemeriksaan kondisi kejiwaan tersangka
ataupun terdakwa, peran psikolog forensik belum secara aktif dan sistematis.
Andrianus Meliala (2008) menyatakan psikologi forensik merupaka istilah yang
memayungi luasnya cakupan psikologi itu sendiri sebagai segala bentuk penerapan
psikologi dalam dalam sistem hukum dalam rangka membantu aparat hukum bisa
mencapai kebenaran hukum.
Pada intinya Hukum dan Psikologi
memiliki obyek kajian yang sama yaitu perilaku manusia. Namun ada beberapa hal
yang sanagt prinsip yang membuat psikologi dan hukum tidak bisa selaras dalam
penetapannya dilapangan. Misalnya tujuan, metode, dan gaya penyelidikan yang
dugunakan masing-masing.Psikologi forensik sendiri adalah suatu cabang psikologi
yang dikembangkan untuk membantu kelancaran peradilan guna memperoleh dan
mendayagunakan informasi-informasi psikologis yang diperlukan seperti untuk
untuk memhami masalah kejhatan, membantu proses penyelidikan dan pengadilan
(motif pelanggaran hukum, tanggung jawab pelaku, perilaku selama penyelidikan,
dan proses peradilan)
B.
Peran Psikolog Dalam Proses Penyidikan
Seorang
psikolog dalam sebuah penyidikan hukum ada
beberapa tahapan yaitu:
1. Pemeriksaan Psikologi (Kompetensi
Psikologi)
Pemeriksaan
psikologi ini merupakan sebuah proses psikodiagnostika yang diberikan kepada
seseorang yang menjadi saksi, tersangka, ataupun korban (bila memungkinkan)
dalam tindak pidana tertentu. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh
informasi psikologis (potensi,
kepribadian, profile psikologi, dls) tentang seseorang berkaitan dengan
peristiwa pidana tertentu untuk diinformasikan kepada penyidik untuk mengambil
langkah-langkah tertentu guna mendukung proses penyidikan.
Tanpa
mengecilkan pemeriksaan terhadap subyek yang lain pemeriksaan ini biasanya
lebih diarahkan kepada tersangka untuk mengetahui dinamika psikologi seseorang
(motif, kebohongan, indikasi psikopathologis, dls) dan saran terhadap penyidik
supaya dapat mengambil langkah-langkah tertentu yang menuntut kesegeraan.
Teknik hipnosis digunakan ketika informasi tentang suatu
kejadian tidak ada kemajuan yang berarti atau pada Saksi/korban yang emosional
(malu, marah) dan menghilangkan memorinya. Dengan teknik hipnosis, ia merasa
bebas dan dapat memunculkan ingatannya kembali.
Observasi, dengan keterbatasan waktu dan keterbatasan
kemampuan yang dimiliki oleh tersangka/saksi/korban (usia, pendidikan,
mekanisme pertahanan diri yang kuat) maka seorang psikolog polisi harus
memiliki kemampuan pengamatan yang jeli terhadap reaksi atau gejala yang nampak
serta berbagai kondisi lain diluar itu (kondisi psiko-social maupun ekonomi,
dls) yang berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung dan diseskripsikan
dengan baik.
Wawancara kognitif merupakan teknik yang diciptakan oleh
Ron Fisher dan Edward Geiselman tahun 1992. Tujuannya adalah untuk meningkatkan
proses retrieval yang akan meningkatkan kuantitas dan kualitas informasi dengan
cara membuat saksi/korban merasa relaks, dan kooperatif. Geiselman menemukan
bahwa teknik wawancara kognitif menghasilkan 25-35 % lebih banyak dan akurat
dibanding teknik wawancara standar kepolisian. Psikolog forensik dapat
melakukan pelatihan teknik investigasi saksi pada polisi. Contoh kasus: Ryan,
Babe, Antasari Azhar, Sumanto
2.
Profiling Psikologi
Profiling
psikologi merupakan serangkaian kegiatan profesi psikolog untuk
mengidentifikasi ciri-ciri yang bersifat khusus tentang seseorang atau lebih yang diduga menjadi pelaku tindak
kejahatan berdasarkan fakta-fakta di lapangan (TP TKP= Tindakan Pertama di
Tempat Kejadian Perkara). Artinya profesi psikologi harus mampu
menyelenggarakan psikodiagnostik terhadap seseorang tanpa harus bertemu dengan
seseorang namun hanya berdasarkan pada jejak-jejak yang ditinggalkan (perilaku
adalah ekspresi jiwa seseorang, dan TKP merupakan hasil perilaku seseorang).
Dalam
Profiling ini psikolog tidak harus menunjuk pada nama/identitas seseorang
secara langsung namun lebih bersifat membantu penyidik (memperkecil dan mempermudah) dalam memperkirakan
siapa yang menjadi pelaku dengan cirri-ciri yang termuat dalam profiling. Lebih
mempertajam daripada sekedar memperkirakan modus operandi.
penyusunan
profil kriminal dalam Ilmu Psikologi, adalah usaha penyimpulan ciri-ciri
deskriptif dari pelaku kejahatan yang belum/tidak teridentifikasi dengan
menggunakan prinsip-prinsip ilmu psikologi dan perilaku manusia. Usaha ilmiah
psikologi membuat penyusunan profil psikologis seorang pelaku kejahatan menjadi
suatu proses sistematis, berdasarkan bukti empiris dan melakukan evaluasi
obyektif. Hal ini dilakukan untuk membantu penegak hukum untuk secara akurat
memprediksi perilaku kriminal, mengidentifikasi dan mendukung proses
penangkapan, serta memfasilitasi cara berinteraksi dengan tersangka kelak.
Holmes dan Holmes (2008) menguraikan tiga tujuan utama dari profil kriminal: 1)
menyediakan penegak hukum data hasil pemeriksaan sosial dan psikologis pelaku;
2) menyediakan penegak hukum evaluasi psikologis pelaku kejahatan; dan 3)
memberikan saran dan strategi untuk proses wawancara dengan pelaku.
Penyusunan
profil karakteristik pelaku kriminal sering juga dikenal sebagai profil
kepribadian kriminal atau analisis investigasi kriminal. Dalam profil kriminal
akan digambarkan mengenai pembawaan personal, kecenderungan, kebiasaan, serta
karakteristik geografis-demografis pelaku kejahatan (misalkan: usia, jenis
kelamin, status sosio-ekonomi, pendidikan, asal tempat tinggal). Penyusunan
profil kriminal akan berkaitan dengan analisa bukti fisik yang ditemukan di
tempat kejadian kejahatan, proses penggalian pemahaman mengenai korban (victimology),
mencari modus operandi
(apakah peristiwa kejahatan terencana atau tidak terencana), serta proses
pencarian jejak pelaku kejahatan yang sengaja ditinggalkan (signature).
Satu
hal yang penting dilakukan dalam penyusunan profil kriminal adalah menganalisa
korban untuk mengetahui karakteristik pelaku kejahatan. Dari kondisi korban dan
tempat perkara, seorang profiler
dapat menyusun hipotesa mengenai relasi antara pelaku dan korban, contohnya:
dari luka di tubuh korban profiler dapat mengembangkan asumsi apa motif dan
relasi pelaku dengan korban. Dalam terminologi Psikodinamika, kondisi korban
adalah proyeksi hubungan antara pelaku dan korban.
Proses
penyusunan profil kriminal dapat dilihat sebagai proses terbalik dari proses
diagnosa klinis. Dimana dalam proses penyusunan profil kriminal banyak
menggunakan insight
mengenai kepribadian pelaku kejahatan, lalu baru diikuti dengan ahli psikologi
akan menghadirkan bukti-bukti perilaku untuk menggambarkan individu yang belum
diketahui. Sedangkan dalam proses penyusunan diagnosa klinis, ahli psikologi
hanya dapat membuat asumsi dan uraian mengenai perilaku seseorang setelah
mengumpulkan bukti empiris perilaku individu yang didapat dari pengukuran
psikologis.
Lebih
lanjut, secara umum dalam profil kriminal mencoba menguraikan tentang penyebab
munculnya perilaku kejahatan oleh pelaku (ide atau fantasi apa yang menyebabkan
ia melakukan kejahatan tertentu). Profil kriminal juga akan menjelaskan metode
dan cara melakukan kejahatan (bagaimana cara memilih korban, bagaimana cara ia
melakukan kejahatan, serta apakah pelaku berusaha menghilangkan jejak atau alat
bukti kejahatannya). Terakhir, profil kriminal juga akan mencoba menjelaskan
perilaku pelaku kejahatan setelah peristiwa kejahatan (apakah ia akan
mengulangi kembali perilaku kejahatannya atau akankah ia merespon media massa
atau penegak hukum). Contoh : Korban mutilasi, korban pembunuhan, kasus bom,
dls.
3.
Autopsi Psikologi
Menegakkan
psikodiagnostik dengan membuat gambaran tentang kepribadian seseorang (yang
sudah mati) berdasarkan allo-anamnese dan berbagai keterangan lainnya dari
lingkungan untuk membuat profile perilaku tertentu (masih diperdalam psipol)
dan didatakan untuk kepentingan lainnya.Contoh : Membuat profile tentang pelaku
bunuh diri, Membuat profile tentang orang yang cenderung menjadi korban
(victimologi).
Pemeriksaan jenazah (post-mortem) dikenal sebagai
otopsi. Jika otopsi koroner medis berfokus pada pemeriksaan fisik jenazah, maka
otopsi psikologis pada dasarnya adalah pemeriksaan keadaan mental jenazah.
Otopsi psikologis, akan mengulas apa yang dialami seseorang sehingga mengalami
kematian atau terlibat dalam suatu peristiwa kejahatan. Alasan kuat
dilakukannya otopsi psikologis adalah untuk membantu dalam menentukan sifat
kematian, apakah kematian disebabkan faktor alamiah, bunuh diri, kecelakaan
atau pembunuhan. Otopsi psikologis dapat membantu mengatasi ambiguitas ini dan
menentukan penyebab kematian dari penelusuran kehidupan dan kondisi psikologis
almarhum sebelum kematiannya.
Dalam konteks penyelidikan forensik, otopsi psikologi
akan melakukan pengumpulan data psikologis almarhum. Sumber yang paling umum
adalah data wawancara yang diperoleh dari keluarga dan teman-teman almarhum,
mengumpulan sejarah medis dan catatan medis, dan sejumlah data-data penting
dari kehidupan almarhum. Beberapa informasi yang dikumpulkan biasanya meliputi:
informasi biografis (umur, status perkawinan, pekerjaan); informasi pribadi
(hubungan, gaya hidup, penggunaan alkohol/narkoba, sumber stres); serta
informasi sekunder (riwayat keluarga, catatan polisi, buku harian).
Sekali lagi proses otopsi psikologis akan menggunakan
proses ilmiah dan sistematis. Hasil pengumpulan data akan dianalisis, untuk
mendapatkan pemahaman logis dari hubungan antara berbagai peristiwa yang
dialami almarhum sebelum kematian, faktor-faktor personal, serta faktor-faktor
eksternal. Contohnya: untuk mengetahui apakah seseorang sungguh mengalami
kematian disebabkan bunuh diri, maka ahli otopsi psikologis akan mengumpulkan
data diari pribadi, pesan terakhir (biasanya orang yang akan bunuh diri akan
memberikan pesan terakhir bagi keluarga yang ditinggalkan), stressor dan
periode depresi, atau usaha minta pertolongan; kealpaan komponen-komponen
tersebut membuat indikasi bunuh diri menjadi kabur.
- Analisa Psikologi
Kegiatan yang
berupa tulisan yang berisi analisa psikologi tentang trend kejahatan atau
kriminalitas tertentu dan kemudian membuat saran-saran dan prediksi tertentu (kasuistik,
actual, dan berjangka waktu). psikolog polisi sebagai kekuatan pendukung dalam
proses penyidikan maka pada seorang psikolog dituntut untuk dapat membuat
laporan psikologi secara lugas dan komunikatif serta mengkaitkan dengan
peristiwa criminal yang disangkakan (bukan laporan psikologis mandiri). Situasi
menuntut adanya cara tindak professional dan berpijak pada sebuah keyakinan
yang mendalam pada seorang psikolog polisi. Contoh: Kejahatan bulan ramadhan,
tren bunuh diri pada anak-anak, penyalahgunaan senjata api, KDRT, dls.
C. Peran
Psikolog Dalam Proses Pengadilan
psikologi memberikan penjelasan
mengenai kondisi psikologis pelaku kejahatan sehingga hakim memberikan hukuman
(pengadilan) sesuai dengan alat bukti dan mempertimbangkan motif /kondisi psikologis
pelaku kejahatan. Menurut Muladi dalam (Rizanizarli, 2004) tujuan pengadilan
adalah memperbaiki kerusakan individual dan sosial yang diakibatkan tindak
pidana.Ada beberapa teori yang terkait dengan tujuan pengadilan. Pertama, teori
retributive (balas dendam), teori ini mengatakan bahwa setiap orang harus
bertanggung jawab atas perilakunya, akibatnya di harus menerima hukuman yang
setimpal. kedua teori relatif (tujuan), teori ini bertujuan untuk mencegah
orang melakukan perbuatan jahat. Teori ini sering disebut dengan teori
deterrence(pencegahan).
dua jenis teori relatif, yaitu teori
pencegahan dan teori penghambat. Teori pencegahan dibagi dua, yaitu pencegahan
umum, efek pencegahan sebelum tindak pidana dilakukan,misalnya melalui ancaman
dan keteladanan, dan pencegahan spesial, efek pencegahan setelah tindak pidana
dilakukan. Sementara teori penghambatan, yaitu bahwa pemindanaan bertujuan
untuk mengintimidasi mental pelaku agar pada masa datang tidak melakukannya
lagi. Ketiga, behavioristik, teori ini berfokus pda perilaku. Teori ini dibagi
dua, yaitu incapacitation theory, pemindanaan harus dilakukanagar pelaku tidak
dapat berbuat pidana lagi dan Rehabilitation theory, yaitu pemindanaan
dilakukan untuk memudahkan melakukan rehabilitasi (Rizanizarli, 2004).
D.
Peran Psikolog Dalam Proses
Pemenjaraan
pelaku ditempatkan dalam lembaga
permasyarakatan (LP). Tujuannya adalah agar pelaku kejahatan mengalami
perubahan perilaku menjadi orang baik. Namun kenyataannya berbeda, banyak
pelaku kriminal setelah keluar dari LP bukannya menjadi lebih baik tapi tetap
melakukan tindakan kejahatan kembali bahkan secara kuantitas dan kualitas
tindakan kejahatannya lebih berat daripada sebelumnya. Hal ini terjadi karena
terjadi proses pembelajaran sosial ketika di LP. Disini peran psikolog sangat
penting untuk memberikan binbingan pada narapidana agar sadar dan merubah
perilaku menjadi yang lebih baik dan tidak melakukan hal kejahatan lagi.
Dalam konsep psikologi, LP haruslah
menjadi tempat rehabilitasi para pelaku kejahatan. Idealnya terjadi perubahan
perilaku dan psikologis narapidana sehingga setelah keluar dapat menjadi orang
yang berperilaku baik dan berguna bagi masyarakat. Ada beberapa konsep
psikologi yang dapat ditawarkan dalam perubahan perilaku narapidana di LP
Pertama, berorentasi personal, yaitu dengan cara terapi individua /kelompok,
misalkan terapi kogniif.Kedua, berorentasi lingkungan, dengan menciptakan
lingkungan fisik LP yang mendukung perubahan perilaku narapidana, misalkan
jumlah narapidana sesuai dengan besarnya ruangan sel sehingga tidak terjadi
kepadatan dan kesesakan yang berpotensi menimbulkan perilaku agresif
narapidana.
Seorang
Psikolog memberikan bimbingan dan pembinaan pada narapidana Di dalam penjara
agar merubah suatu perilaku agar menjadi lebih baik dengan tahapan orientasi,
pembinaan dan assimilasi. Tahap orientasi dimaksudkan agar narapidana mengenal
cara hidup, peraturan dan tujuan dari pembinaan atas dirinya. Tahap pembinaan
narapidana, dibina, dan dibimbing agar supaya tidak melakukan lagi tindak
pidana dikemudian hari, apabila keluar dari Lembaga Pemasyarakatan. Narapidana
diberikan pendidikan agama, keterampilan dan berbagai kegiatan pembinaan
lainnya. Tahap assimilasi, dimaksudkan sebagai upaya penyesuaian diri agar
narapidana tidak menjadi canggung bila keluar dari Lembaga Pemasyarakatan
apabila telah habis masa pidananya atau bila mendapat pelepasan bersyarat,
cuti menjelang lepas atau pembinaan karena mendapat remisi.
Dengan
diberikan suatu bimbingan di dalam penjara dapat meningkatkan kesadaran
(counsciousness) narapidana akan eksistensinya sebagai manusia. Pencapaian
kesadaran dilakukan melalui tahap introspeksi, motivasi dan self development.
Tahap introspeksi dimaksudkan agar narapidana mengenal diri sendiri. Sedangkan
tahap motivasi diberikan teknik memotivasi diri sendiri bahkan sesame teman
lainnya. Hal ini dapat membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi
manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi
tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat,
dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar
sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Peran
psikolog dalam dunia hukum sangatlah penting psikologi
forensik merupakan istilah yang memayungi luasnya cakupan psikologi itu sendiri
sebagai segala bentuk penerapan psikologi dalam dalam sistem hukum dalam rangka
membantu aparat hukum bisa mencapai kebenaran hukum.
Dalam
proses penyidikan seorang psikolog harus melalui beberapa tahapan untuk mencari
fakta dan informasi tentang suatu kasus yang ada, tahapan di antaranya yaitu :
pemeriksaan psikologi, profiling psikologi, otopsi psikologi, analisa
psikologi.
Seorang
psikolog peran dalam proses peradilan yaitu psikologi
memberikan penjelasan mengenai kondisi psikologis pelaku kejahatan sehingga
hakim memberikan hukuman (pengadilan) sesuai dengan alat bukti dan
mempertimbangkan motif /kondisi psikologis pelaku kejahatan
Seorang
psikolog dalam pemenjaraan di beri bimbingan dan pembinaan kepada narapidana
agar perilaku dapat berubah menjadi yang
lebih baik dengan beberapa tahap yaitu tahap orientasi, tahap pembinaan, dan
tahap asimilasi. Dengan diberikan bimbingan narapidana akan sadar atas
perbuatanya dengan kesadaran dilakukan melalui tahap introspeksi, motivasi dan
self development.
B.
Saran
1.
Dengan
adanya psikolog lebih dapat menegakkan keadilan di dunia hukum
2.
Dengan
peran Psikolog di dunia hukum agar memberi bimbingan lebih banyak kepada
narapidana agar tidak terjadi perilaku agresif di rumah tahanan
3.
Lebih
memahami kepribadian narapidana agar dapat merubah perilakunya.
DAFTAR PUSTAKA
Ivan.2012.http://vano2000.files.wordpress.com/2012/06/kontribuasi-psikologi-dalam-penegakan-hukum-di-indonesia.pdf ( Juni 2012 )
Margaretha.2013.http://psikologiforensik.com/2013/04/22/criminal-profiling-dan-psychological-autopsy/ ( 22 April 2013 )
TyaNasution.2011.http://tyanasution.wordpress.com/2011/10/05/peran-psikologi-forensik-dalam-proses-hukum-di-indonesia-2/ ( 05 Oktober 2011 )
Damang.2011.http://www.damang.web.id/2011/02/peran-psikologi-dalam-ranah-hukum-by.html ( Februari 2011 )
Siti.2014.http://edukasi.kompasiana.com/2014/06/03/peranan-psikologi-dalam-dunia-kriminal-662674.html ( 03 Juni 2014 )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar